KONG SIMIN; LIMA GURU BESAR SILAT BEKSI PETUKANGAN
KONG SIMIN; LIMA GURU BESAR SILAT BEKSI PETUKANGAN
Ayah Kong Simin bernama Syua’ib atau warga lama Petukangan menyebutnya dengan sebuat Aip. Ayah beliau adalah pedagang ikan di pasar Kebayoran dan sekitarnya. Suatu ketika, saat bertransaksi jual-beli ikan di Pasar Ikan (vish markt), Batavia Lama, Syu’aib dipukuli oleh para centeng Pasar Ikan karena suatu masalah. Kong Simin yang waktu itu masih kecil dan mendampingi ayahnya bertransaksi jual-beli ikan, hanya dapat melihat dan menangis karena tidak dapat menolong ayahnya.
Bermula dari peristiwa tersebut, Kong Simin bertekad bulat untuk membalas perlakuan para centeng Pasar Ikan itu kepada ayahnya.
Ketika H. Godjalih mengajaknya untuk ikut belajar silat beksi, sambutan tersebut diterima dengan senang hati. Beberapa tahun Kong Simin belajar pada H. Godjalih secara langsung, hingga kemudian pengajaran silat Beksi dilanjutkan oleh Ki Marhalli saat H. Godjalih sedang tidak ada rumah. Setelah sempurna belajar pada Ki Marhalli di Dadap dan beberapa kesempatan di Petukangan, dalam satu sumber menyatakan bahwa beliau berhasil membalas perlakuan para centeng di Pasar Ikan kepada ayahnya. Walaupun sudah mengalahkan para centeng tersebut, Kong Simin tidak sampai memegang kendali keamanan seantero Pasar Ikan. Peristiwa pembalasan itu saja, sudah cukup membuatnya dikejar-kejar Pasukan Marchause (Marsose) kolonial Belanda dan tidak sampai tertangkap. Cerita lain mengenai dirinya bahwa pernah juga Kong Simin menjadi juragan hewan sapi yang terkenal di seantero Petukangan dan sekitarnya.
Selama hidupnya, Kong Simin telah mempunyai enam istri dan dikaruniai oleh empat orang anak. Salah seorang istrinya yang bernama Manih, masih hidup sampai sekarang dan menjadi narasumber utama dalam silat Beksi Petukangan jalur Kong Simin. Nyak Manih tinggal bersama anaknya yang bernama Salim. Adapun nama-nama istri dari Kong Simin, yaitu: Manih, Misah, Riyah, Masih, Dadah dan Rugayah.
Pada tahun 1943, seputar masa revolusi fisik, menurut salah satu sumber bahwa Kong Simin diangkat menjadi instruktur ketangkasan dalam pendidikan militer Jepang di Bogor, walaupun sudah berumur 60 tahun lebih, kesehatan dan fisik orang-orang di masa itu sangat berbeda dengan kondisi orang-orang di masa sekarang. Istrinya yang masih hidup saat ini bercerita bahwa waktu Kong Simin masih hidup, beliau sering diajak pergi ke Bogor untuk menemui kolega dan saudara-saudaranya.
Bahkan di zaman Orde Baru, Kong Simin pernah dipanggil ke rumah pribadi Presiden Soeharto di jalan Cendana, Menteng untuk dipercaya sebagai penjaga keamanan di sekitar Petukangan dan beliau merupakan kolega sewaktu pendidikan militer PETA di Bogor. Eks-rumah Kong Simin, sekarang telah menjadi jalan Tol JORR Petukangan. Menurut penuturan keluarga, tanah di sebelahnya yang cukup luas dan belum diolah adalah milik keluarga Cendana. Kong Simin hanya diminta menjaganya saja.
H. Godjalih secara pribadi, paling sering berkunjung ke rumah Simin.
Sebagaimana H. Hasbullah, Kong Nur serta Mandor Minggu bahwa Kong Simin juga ikut hadir dalam rapat raksasa di lapangan Ikada pada tahun 1945. Beliau juga ikut aktif dalam pengamanan daerah Petukangan, terutama pasca peristiwa Kyai Achmad Chaerun pada peritiwa Lengkong dan beberapa peristiwa kontak senjata antara TKR dengan NICA di Pesing dan Tangerang selama tahun 1946. Setelah itu, beliau menggabungkan diri dalam dinas militer TKR dengan pos di Karawang sepanjang tahun 1946-1949. Inilah yang membuatnya sering hadir bersama H. Hasbullah dan Kong Nur di seputaran Karawang-Bekasi.
Dinas militer Kong Simin di TNI berakhir pada tahun 1970-an, saat masa pensiun. Sewaktu tahun 1965-1966, Kong Siminlah salah satu orang bertanggungjawab untuk mengumpulkan senjata dari warga yang masih memegang senjata api pasca peristiwa 30 September 1965. Tidak ada warga yang menolak karena takut dituduh sebagai anggota PKI, jika masih memegang senjata.
Ada sebuah cerita unik dari Kong Simin saat memanggil murid-muridnya ketika masih berada dalam dinas TNI, yaitu menembakkan senjata ke udara. Suara tembakkan yang saat itu dapat terdengar hingga radius yang cukup jauh, merupakan tanda bagi murid-muridnya untuk berkumpul. Sejak pensiun dari TNI, Kong Simin lebih dikenal sebagai guru silat Beksi di Petukangan daripada sebagai tentara. Setelah itu menurut penuturan keluarga, Kong Simin menjadi salah seorang pengawas agen-agen logistik minyak di kawasan Petukangan, sehingga di masa Orde Baru wilayah seantero Petukangan dikenal tidak pernah kekurangan stok bahan bakar minyak.
Sebagai salah seorang tokoh di Petukangan, Kong Simin dikenal sebagai pribadi yang santun dan jarang sekali marah. Warga sekitar sering memohon bantuannya untuk didoakan dan dibantu memuluskan hajatnya. Kong Simin selalu memberi petuah bahwa dirinya bukan siapa-siapa dan hanya sebagai perantara dan hanya Allah saja yang dapat mengabulkan semuanya. Hasil kebunnya lebih sering diberikan pada murid-murid atau warga yang kekurangan, ketimbang dijual sebagai tambahan penghasilan keluarga.
Kong Simin mempunyai perawakan yang tegap serta kuat secara fisik. Hal inilah yang mempengaruhi dan menjadikan silat Beksi jalur Simin mempunyai gerakan yang khas. Gerakan silatnya penuh power (kekuatan) dan punya tekanan kuat dalam kuda-kuda yang terlihat dalam hentakan kaki saat menggerakkan jurus. Nilai spiritual lebih diutamakan ketimbang belajar silat secara fisik saja. Oleh karena itu, para murid diwajibkan mengaji terlebih dahulu sebelum belajar silat. Setelah para murid belajar silat secara paripurnapun, biasanya Simin memberikan amalan-amalan khusus sesuai kemampuan dan potensi si murid.
Sebagai seorang “juara” sekaligus seorang ayah, Kong Simin tergolong unik. Beliau tidak memperbolehkan anak-anaknya belajar silat lebih dari tiga jurus dari silat Beksi. Bahkan teknik pengobatan, pihak keluarga tidak pernah diberikan dan diizinkan untuk dipelajari darinya. Keluarga yang sudah memiliki mumpuni dalam 3 jurus dasarpun, tidak diizinkannya mengajar. Alasan utamanya bahwa beliau menginginkan para muridnya membuktikan kesetiaan dan rasa tanggungjawab kepada gurunya dengan melindungi seluruh keluarga gurunya dan bahkan setelah gurunya tiada. Nama, Kong Simin berserta para muridnya lebih dikenal di kawasan Cipadu, Tangerang. Sebab banyak para murid Kong Simin berasal dari daerah tersebut. (Aziz)
Komentar
Posting Komentar