KONG SIMIN; LIMA GURU BESAR SILAT BEKSI PETUKANGAN

KONG SIMIN; LIMA GURU BESAR SILAT BEKSI PETUKANGAN

  

Jakarta, Kampung Silat – Sesuai dengan data dan fakta yang ditemukan Tim Riset Kampung Silat Petukangan bahwa murid H. Godjalih lainnya dalam silsilah ilmu (sanad) silat Beksi adalah  Kong Simin. Beliau dilahirkan pada tahun 1881 dan wafat pada tanggal 22 Oktober 1992. Kong Simin sendiri adalah  kakak dari Kong Nur yang juga murid H. Godjalih dalam  silsilah  ilmu  (sanad) silat  Beksi  di Petukangan.

Ayah Kong Simin bernama Syua’ib atau warga lama Petukangan menyebutnya dengan sebuat  Aip. Ayah beliau adalah pedagang ikan di pasar Kebayoran dan sekitarnya. Suatu ketika, saat bertransaksi jual-beli ikan di Pasar Ikan (vish markt), Batavia Lama, Syu’aib dipukuli oleh para centeng  Pasar Ikan karena suatu masalah. Kong Simin yang waktu itu masih kecil dan mendampingi ayahnya bertransaksi jual-beli ikan, hanya dapat  melihat dan menangis karena tidak dapat menolong ayahnya.
Bermula  dari  peristiwa  tersebut,  Kong Simin  bertekad  bulat  untuk  membalas perlakuan  para  centeng  Pasar  Ikan  itu  kepada  ayahnya. 

Ketika  H.  Godjalih mengajaknya untuk ikut belajar silat beksi, sambutan tersebut diterima dengan senang hati. Beberapa tahun Kong Simin belajar pada H. Godjalih secara langsung, hingga kemudian  pengajaran  silat  Beksi  dilanjutkan  oleh Ki Marhalli saat  H.  Godjalih sedang tidak ada rumah. Setelah  sempurna  belajar  pada  Ki  Marhalli  di  Dadap  dan  beberapa kesempatan  di  Petukangan,  dalam  satu  sumber  menyatakan bahwa beliau berhasil membalas perlakuan para centeng di Pasar Ikan kepada ayahnya. Walaupun sudah mengalahkan  para  centeng tersebut, Kong Simin  tidak  sampai  memegang  kendali  keamanan seantero  Pasar  Ikan.  Peristiwa  pembalasan  itu  saja,  sudah  cukup  membuatnya dikejar-kejar Pasukan Marchause (Marsose) kolonial Belanda dan tidak sampai tertangkap. Cerita lain mengenai dirinya bahwa pernah juga Kong Simin menjadi juragan hewan sapi yang terkenal di seantero Petukangan dan sekitarnya.

Selama  hidupnya,  Kong Simin  telah  mempunyai  enam istri  dan  dikaruniai  oleh  empat orang  anak.  Salah  seorang  istrinya  yang  bernama  Manih,  masih  hidup  sampai sekarang dan menjadi narasumber utama dalam silat Beksi Petukangan jalur Kong Simin. Nyak Manih tinggal bersama anaknya yang bernama Salim. Adapun nama-nama istri dari Kong Simin, yaitu: Manih, Misah, Riyah, Masih, Dadah dan Rugayah.

Pada tahun 1943, seputar masa revolusi fisik, menurut salah satu sumber bahwa Kong Simin diangkat menjadi  instruktur ketangkasan dalam  pendidikan militer  Jepang  di Bogor, walaupun sudah berumur 60 tahun lebih, kesehatan dan fisik orang-orang di masa itu sangat berbeda dengan kondisi orang-orang di masa sekarang.  Istrinya yang  masih hidup saat ini bercerita bahwa waktu Kong Simin masih hidup, beliau sering diajak pergi ke Bogor untuk menemui kolega dan saudara-saudaranya. 

Bahkan di zaman Orde Baru, Kong Simin pernah dipanggil ke rumah pribadi Presiden Soeharto di jalan Cendana, Menteng untuk dipercaya sebagai  penjaga  keamanan  di  sekitar  Petukangan  dan  beliau  merupakan  kolega sewaktu  pendidikan  militer  PETA  di  Bogor.  Eks-rumah  Kong Simin,  sekarang  telah menjadi  jalan  Tol  JORR Petukangan.  Menurut  penuturan keluarga,  tanah  di  sebelahnya  yang  cukup  luas  dan  belum  diolah  adalah  milik keluarga  Cendana. Kong  Simin  hanya  diminta  menjaganya  saja. 

H.  Godjalih secara pribadi,  paling  sering  berkunjung  ke  rumah  Simin.  
Sebagaimana H. Hasbullah, Kong Nur serta Mandor Minggu bahwa Kong Simin juga ikut hadir dalam rapat raksasa di lapangan Ikada pada tahun 1945.  Beliau juga ikut aktif dalam  pengamanan  daerah  Petukangan,  terutama  pasca peristiwa  Kyai  Achmad  Chaerun pada peritiwa  Lengkong  dan  beberapa  peristiwa kontak senjata antara TKR dengan NICA di Pesing dan Tangerang  selama tahun 1946. Setelah itu, beliau menggabungkan diri dalam dinas militer TKR dengan pos di Karawang  sepanjang  tahun  1946-1949. Inilah  yang  membuatnya  sering  hadir bersama H. Hasbullah dan Kong Nur di seputaran Karawang-Bekasi. 

Dinas militer Kong Simin di TNI berakhir pada tahun 1970-an, saat masa pensiun. Sewaktu tahun 1965-1966, Kong Siminlah salah satu orang bertanggungjawab untuk mengumpulkan  senjata dari warga yang masih memegang senjata api  pasca peristiwa 30 September 1965.  Tidak ada warga yang menolak karena takut dituduh sebagai anggota PKI, jika masih memegang senjata. 

Ada sebuah cerita unik dari Kong Simin saat memanggil murid-muridnya ketika masih  berada  dalam  dinas  TNI,  yaitu  menembakkan  senjata  ke  udara.  Suara tembakkan yang saat itu dapat terdengar hingga radius yang  cukup jauh, merupakan tanda bagi murid-muridnya untuk berkumpul. Sejak pensiun dari TNI, Kong Simin lebih dikenal sebagai guru silat Beksi di Petukangan daripada sebagai tentara. Setelah itu menurut  penuturan  keluarga, Kong Simin  menjadi  salah  seorang  pengawas  agen-agen logistik  minyak  di  kawasan  Petukangan,  sehingga  di  masa  Orde  Baru wilayah  seantero Petukangan dikenal tidak pernah kekurangan stok bahan bakar minyak.

Sebagai salah seorang tokoh di Petukangan, Kong Simin dikenal sebagai  pribadi yang santun dan jarang sekali marah. Warga sekitar sering memohon bantuannya untuk didoakan dan dibantu memuluskan hajatnya. Kong Simin selalu memberi petuah bahwa dirinya bukan siapa-siapa dan  hanya sebagai perantara dan hanya  Allah saja yang dapat mengabulkan semuanya.  Hasil kebunnya lebih sering diberikan pada murid-murid  atau  warga  yang  kekurangan,  ketimbang  dijual  sebagai  tambahan penghasilan keluarga.

Kong Simin mempunyai perawakan yang tegap serta kuat secara fisik. Hal inilah yang mempengaruhi dan menjadikan silat Beksi jalur Simin mempunyai gerakan yang khas. Gerakan silatnya penuh power  (kekuatan) dan punya tekanan kuat dalam kuda-kuda yang  terlihat  dalam  hentakan  kaki  saat  menggerakkan  jurus.  Nilai spiritual lebih diutamakan ketimbang belajar silat secara fisik saja. Oleh karena itu, para murid diwajibkan mengaji terlebih dahulu sebelum belajar silat. Setelah para murid  belajar  silat  secara  paripurnapun,  biasanya  Simin  memberikan  amalan-amalan khusus sesuai kemampuan dan potensi si murid.

Sebagai seorang “juara” sekaligus seorang ayah, Kong Simin tergolong unik. Beliau tidak memperbolehkan anak-anaknya belajar silat lebih dari tiga jurus dari silat Beksi. Bahkan teknik pengobatan, pihak keluarga tidak pernah diberikan dan diizinkan untuk dipelajari darinya.  Keluarga yang sudah memiliki  mumpuni dalam 3 jurus dasarpun, tidak  diizinkannya  mengajar.  Alasan  utamanya bahwa  beliau menginginkan  para  muridnya  membuktikan  kesetiaan  dan  rasa  tanggungjawab kepada  gurunya  dengan  melindungi  seluruh  keluarga  gurunya dan bahkan  setelah gurunya  tiada.  Nama, Kong Simin  berserta  para  muridnya lebih  dikenal  di  kawasan Cipadu, Tangerang. Sebab banyak para murid Kong Simin berasal dari daerah tersebut. (Aziz)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Desa Wisata Kampung Budaya Silat Beksi

Palang Pintu Resepsi Muhamad Hafiz di Tangerang Banten